Nasional

Gajah Menyusut, Banjir Mematikan: Netizen Tuntut Raja Juli Bertanggung Jawab

JAKARTA — Jelang akhir November 2025, publik di media sosial melancarkan kecaman keras terhadap pejabat kehutanan, setelah fakta terbaru memperlihatkan kondisi kritis di kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau — sementara di sisi lain, bencana banjir dan longsor besar menelan ratusan korban jiwa di Pulau Sumatra.

Gajah Sumatra di Tesso Nilo: Populasi Merosot Drastis

Menurut pernyataan pejabat setempat, populasi gajah liar di TNTN kini tersisa sekira 150 ekor saja — turun dibanding angka sekitar 200 ekor pada 2004.

Kerusakan hutan karena perambahan, alih fungsi lahan, dan konversi kawasan lindung disebut sebagai pemicu menyempitnya habitat gajah, hingga menyulitkan mereka mencari pakan dan tempat berlindung.

Para penggiat lingkungan dan warga lokal memperingatkan bahwa rusaknya kawasan hulu — termasuk TNTN — tidak hanya membahayakan satwa, tetapi juga mengancam keselamatan manusia. Salah satu penjelasan yang sering diulang: hulu sungai di Tesso Nilo mengalir ke sungai besar — ketika hutannya hilang, debit air tak tertahan, risiko banjir dan longsor meningkat.

Banjir Bandang & Longsor di Sumatra: Korban Jiwa Capai 303 Orang

- advertisement -

Bencana banjir bandang dan longsor — diperparah oleh hujan lebat akibat siklon tropis — melanda beberapa provinsi di Sumatra, termasuk Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Berdasarkan data resmi terbaru, korban meninggal dunia telah mencapai 303 jiwa.

Menurut laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), provinsi paling banyak korban adalah Sumatra Utara dengan 166 korban jiwa; disusul Sumatra Barat dan Aceh.

Ratusan rumah hancur, ribuan warga mengungsi, dan akses ke sejumlah daerah terputus akibat longsor serta putusnya infrastruktur — memperparah situasi darurat bagi korban.

Netizen: “Gajahnya Mati, Manusia Tersapu Banjir” Kritikan ke Menteri Kehutanan

Di unggahan media sosial IG milik menteri kehutanan raja juli antoni, netizen menumpahkan kemarahan mereka. Berikut sejumlah komentar yang mencuat (nama akun sesuai yang terlihat publik):

@muhammadzaviermikhail: “Minimal punya rasa malu dan mengundurkan diri, akibat ulah kalian masyarakat lah yang menjadi korban.”

@syafiq_manarul: “Hutan gundul semua jadi fungsi menteri kehutanan apa?”

@andrywibowo68: “Bencana baru terjadi, banyak musibah. Baru klarifikasi, sebelumnya kemana saja pak. Mengijinkan penebangan liar?”

@sutan.alifff: “MINIMAL NGUNDURIN DIRI KARNA GAK KOMPETEN.”

@binsuherman: “Gagal menjaga hutan kita.”

@addin.faskha: “Ku tagih janjimu untuk merestorasi Taman Nasional Tesso Nilo kanda!!”

Bahkan satir pedas muncul: seorang netizen menulis — “Menteri dari partai berlambang gajah, tapi Gajahnya tak terjaga.” Sindiran ini menguatkan opini publik bahwa slogan atau identitas partai sudah tidak relevan lagi jika konservasi nyatanya gagal total.

Publik menilai: ketika hutan dirusak, habitat satwa tenggelam — dan saat hujan besar datang, manusia pula yang membayar mahal atas kerusakan alam.

Ekologi & Kemanusiaan Terhubung — Gagal Lindungi Hutan = Gagal Lindungi Rakyat & Satwa

Kasus di Tesso Nilo dan bencana di Sumatra membuktikan bahwa isu lingkungan bukan urusan satwa saja — tetapi juga menyangkut keselamatan manusia. Penurunan drastis populasi gajah adalah alarm ekologis. Sedangkan bencana banjir dan longsor yang menelan ratusan korban manusia adalah dampak sosial dan kemanusiaan.

Bagi banyak netizen, kegagalan melindungi hutan sama artinya dengan pengkhianatan terhadap amanat konstitusional: menjaga lingkungan hidup dan melindungi rakyat.

Kini publik menuntut: bukan sekadar klarifikasi, bukan sekadar janji — tetapi aksi nyata, tegas, dan dapat dipertanggungjawabkan. (Jun)

Rekomendasi untuk Dibaca

Sundapost.co.id