
Serang – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten mendorong penerapan mekanisme Deferred Prosecution Agreement (DPA) atau Perjanjian Penangguhan Penuntutan dalam penanganan perkara pidana. Langkah ini dinilai bisa jadi solusi alternatif yang lebih efektif, transparan, dan berorientasi pada pemulihan.
Dorongan tersebut disampaikan dalam seminar bertajuk “Optimalisasi Pendekatan Follow The Asset dan Follow The Money Melalui Deferred Prosecution Agreement dalam Penanganan Perkara Pidana” yang digelar Kejati Banten di Grand Auditorium Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Senin (25/8).
“Seminar ini menjadi wadah kolaborasi praktisi dan akademisi untuk memberikan kontribusi terhadap pembaharuan hukum pidana di Indonesia,” kata Kepala Kejati Banten, Dr. Siswanto, S.H., M.H dalam sambutannya.
Sejumlah tokoh hadir sebagai narasumber, di antaranya Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK Danang Tri Hartono, Ketua Pengadilan Tinggi Banten Dr. H. Suharjono, Wakil Ketua Umum PERADI Dr. Shalih Mangara Sitompul, serta akademisi hukum dari Universitas Pelita Harapan dan Untirta.
DPA sendiri merupakan mekanisme negosiasi antara jaksa dengan korporasi agar perkara bisa dialihkan dari jalur pengadilan menuju pemulihan administratif atau sipil, selama syarat tertentu dipenuhi. Skema ini sudah diterapkan di sejumlah negara seperti Inggris, AS, Brasil, Australia, Singapura, dan Prancis.
Di Indonesia, konsep ini masih dalam tahap pembahasan dalam RKUHAP. Namun, penerapan DPA dianggap sejalan dengan filosofi KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) yang berlaku mulai 1 Januari 2026, yaitu pergeseran dari pendekatan punitive (menghukum) ke restorative (memperbaiki).
“Penegakan hukum tidak boleh hanya menghukum, tapi juga harus memperbaiki dan memulihkan demi terciptanya budaya hukum yang lebih baik,” tegas Siswanto.
Dalam seminar itu juga ditegaskan, DPA hanya bisa diterapkan jika tersangka mengakui kesalahan, kooperatif, bukan residivis, serta berkomitmen memulihkan kerugian negara maupun masyarakat. Jika kewajiban dipenuhi, penuntutan gugur. Jika dilanggar, proses peradilan tetap berjalan.
Acara ini turut dihadiri jajaran pejabat Kejati, perwakilan Bank Indonesia, OJK, PPATK, hakim, akademisi, hingga advokat, baik secara luring maupun daring. (Trg)